When we have actually seen that great arch swung over the equator of the planet without any visible connection, we cannot bring our minds to rest.
James Clerk Maxwell (Adam Prize essay – 1857)
Saturnus dan cincinnya yang diambil Cassini pada tahun 2006. Kredit : NASA
Salah satu pemandangan paling indah dalam tata surya kita mungkin adalah pemandangan planet Saturnus dengan cincinnya. Dengan teleskop kecilpun, cincin planet gas ini dapat kita amati dari Bumi. Namun begitu, Saturnus bukanlah satu-satunya planet yang memiliki cincin dalam tata surya kita. Planet Jupiter, Uranus, dan Neptunus ternyata juga memiliki cincin. Namun tidak seperti cincin planet Saturnus, cincin-cincin planet Jupiter, Uranus, dan Neptunus tidak dapat diamati dengan mudah dari Bumi. Akibatnya, keberadaa cincin-cincin Jupiter, Uranus, dan Neptunus baru diketahui pada abad ke-20.
Keberadaan cincin Saturnus sebenarnya pertama kali telah diamati oleh Galileo pada tahun 1610. Namun saat itu, Galileo tidak mengetahui apa yang sebenarnya sedang ia amati, karena keterbatasan resolusi dan kualitas lensa teleskop yang digunakannya. Dengan teleskop sederhananya itu, Galielo mengamati adanya “pendamping” Saturnus yang selalu berada di samping planet tsb. Galileo lantas menyebut Saturnus sebagai planet kembar tiga, yang hampir bersinggungan, dan yang berada di tengah ukurannya sekitar tiga kali lebih besar dibandingkan yang lainnya. Konfigurasi seperti ini tidak berubah sepanjang pengamatannya.
Ketika ia kembali mengamati planet Saturnus dua tahun kemudian, kedua “pendamping” Saturnus yang dua tahun sebelumnya selalu berada disamping Saturnus, tidak kelihatan lagi. Saturnus kelihatan hanya sebagai sebuah piringan sebagaimana penampakan Jupiter. Kemudian ketika ia mengamati Saturnus tahun 1616, kedua “pendamping” Saturnus tsb kembali dapat diamati, hanya saja penampakannya berbeda dengan penampakan ketika ia pertama kali mengamati kedua pendamping Saturnus tsb tahun 1610. Hal ini sempat membingungkan Galileo. Ia menuliskan bahwa pengetahuannya saat itu tidak bisa menjelaskan fenomena tsb. Galileo sendiri menyebutkan “pendamping” Saturnus itu sebagai “ansae”, yaitu pegangan pada cangkir (telinga cangkir).
Pengamatan oleh astronom lainnya setelah pengamatan pertama Galileo, memberikan berbagai bentuk sketsa Saturnus dan “pendampingnya”. Tentang apa dan bagaimana sebenarnya ansae (mengambil istilah Galileo) tsb, tidak ada penjelasan yang memuaskan.
Penjelasan yang memuaskan tentang apa dan bagaimana ansae, baru ada tahun 1656. Adalah Christiaan Huygen, seorang astronom Belanda, yang mengeluarkan teori bahwa apa yang selama ini disebut ansae oleh Galileo adalah sebuah sistem cincin atau piringan yang mengelilingi Saturnus dekat ekuatornya. Dan bahwa penampakannya yang berubah-ubah sepanjang waktu disebabkan oleh kemiringan sumbu rotasi Saturnus terhadap bidang edarnya. Akibatnya, perubahan posisi Saturnus (relatif terhadap pengamat di Bumi) menyebabkan perubahan penampakan sistem cincin tsb. Meskipun detail teori dari Huygen ini banyak yang salah, tapi ide dasarnya bisa menjelaskan apa yang disebut ansae oleh Gaileo, dan mengapa penampakannya berubah dari masa ke masa. Dan penjelasan dari Huygen dengan cepat diterima oleh berbagai pihak.
Pengetahuan kita tentang cincin Saturnus ini semakin banyak dengan semakin banyaknya pengamatan dan teori-teori baru tentang bagaimana cincin Saturnus. Jean Chapelain pada tahun 1660 mengajukan ide bahwa cincin Saturnus bukanlah benda padat, tetapi merupakan kumpulan partikel-partikel yang secara bersama-sama mengelilingi Saturnus. Keberadaan sebuah celah yang memisahkan cincin Saturnus menjadi dua bagian, diamati oleh Jean-Dominique Cassini pada tahun 1676. Celah yang memisahkan bagian cincin yang lebih terang dengan yang lebih redup ini kemudian dikenal dengan nama Celah Cassini. Dengan penemuan Celah Cassini ini, ide bahwa cincin Saturnus merupakan kumpulan partikel yang bersama-sama mengelilingi Saturnus, mendapat dukungan luas. Dan akhirnya teori tentang cincin yang terdiri dari kumpulan partikel dan penjelasan bagaiman sistem seperti itu bisa ada, dikemukan oleh James Clerk Maxwell tahun 1857. Pengamatan-pengamatan berikutnya oleh berbagai astronom mendukung teori Maxwell ini. Bahkan dari pengamatan E. E. Barnard diketahui celah Cassinipun ternyata tidak kosong sama sekali.
Cincin Saturnus terdiri dari partikel berbagai ukuran. Mulai dari ukuran sebesar debu yang biasa kita temui di rumah-rumah, sampai sebesar truk. Kesemuanya bercampur membentuk sistem cincin. Partikel-partikel pembentuk cincin Saturnus ini diselimuti oleh es dan karenanyalah cincin ini mampu memantulkan sebagian besar cahaya yang diterimanya dari Matahari. Karena itu, cincin planet Saturnus kelihatan terang, berbeda dengan cincin planet raksasa gas lainnya.
Sistem cincin Saturnus merentang lebih dari 40.000 km. Sistem cincin ini amat tipis dibandingkan dengan lebarnya, hanya dalam orde puluhan meter. Sebagai ilustrasi, cincin Saturnus ibarat kertas tisu yang selebar lapangan sepak bola. Sebab mengapa cincin Saturnus bisa amat lebar dan sekaligus amat tipis, adalah karena gaya-gaya yang berkerja dalam cincin. Partikel-partikel penyusun cincin bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Semakin dekat partikel-partikel ini dengan planet Saturnus, kecepatan orbitnya semakin besar. Partikel-partikel ini saling mempengaruhi lewat tumbukan, dan dalam prosesnya, terjadi kehilangan energi. Akibatnya terjadi redistribusi momentum sudut yang menyebabkan partikel yang lebih dekat ke Saturnus akan semakin mendekat, sedangkan yang lebih jauh akan semakin menjauh. Dengan kata lain, terjadi proses pemipihan. Apapun bentuk awal sistem cincin, ia akan segera memipih dengan cepat.
Salah satu loncatan pengetahuan kita tentang cincin Saturnus terjadi pada era penjelajahan angkasa, ketika wahana luar angkasa mengamati Saturnus dari jarak dekat. Wahana yang mempelajari Saturnus dari jarak dekat adalah Pioneer 11, dan wahana kembar Voyager 1 dan Voyager 2. Dengan pengamatan dari jarak dekat ini, berbagai hal tentang cincin Saturnus bisa dikonfirmasi. Dan pengetahuan kita tentang cincin ini semakin banyak bertambah setelah sempat mandeg beberapa lama. Tapi dengan banyaknya hal-hal baru yang kita ketahui lewat wahana-wahana tsb, semakin banyak juga misteri baru timbul sehingga menambah menarik pembicaraan tentang cincin ini.
Pada tahun 2004, wahana Cassini tiba di Saturnus dan memulai petualangan 4 tahun mengorbit Saturnus. Salah satu misi yang diemban oleh Cassini adalah mempelajari cincin Saturnus. Berkaitan dengan misinya mempelajari cincin Saturnus, Cassini akan mempelajari konfigurasi dan dinamika cincin, mempelajari lebih detail partikel-partikel penyusun cincin dan interaksinya dengan satelit-satelit Saturnus.
Penemuan cincin Saturnus yang hilang. Beberapa satelit Saturnus, termasuk Methone dapat dilihat dalam foto tersebut. Kredit Gambar : NASA/JPL/Space Science Institute
Awal tahun 2008, kita dikejutkan dengan hasil perjalanan Cassini yang menemukan adanya gap dalam sup partikel energi tinggi di dekat orbit dua buah satelit kecil Saturnus. Penemuan ini mengindikasikan keberadaan “cincin sebagian” yang mengelilingi Saturnus. Yang menarik, cincin tersebut belum diketahui, bahkan tidak terlihat oleh Cassini. Penemuan ini menunjukan kalau materi yang membentuk cincin Saturnus tidak hanya berasal dari satelit-satelit besar di Saturnus tapi juga dikontribusikan oleh satelit-satelit kecil. Di masa depan, kita harapkan semakin banyak hal tentang cincin Saturnus ini akan terungkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar